Politik adalah
proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi
yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional.
1. Pengertian Politik
Politik
adalah upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun
banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di
lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan
oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering
melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun
dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut
tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan
pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai
kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan
(individu).
Berikut adalah beberapa pengertian politik menurut para ahli:
-
Johan Kaspar Bluntschli dalam buku The Teory of the State:
“Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan
memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya,
sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi
pembangunannya.” (The science which is concerned with the state,
which endeavor to understand and comprehend the state in its conditions,
in its essentials nature, in various forms or manifestations its
development).
-
Rod Hague:
Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana
kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif
dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan
diantara anggota-anggotanya.
-
Roger F. Soltau dalam bukunya Introduction to Politics:
“Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan
lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara
negara dengan warganegaranya serta dengan negara-negara lain.” (Political
science is the study of the state, its aims and purposes … the
institutions by which these are going to be realized, its relations with
its individual members, and other states …).
-
Andrew Heywood: Politik
adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat,
mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur
kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan
kerjasama.
-
J. Barents dalam bukunya Ilmu Politika:
“Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari
negara-negara itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”
-
Carl Schmidt: Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan - keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak.
-
Joyce Mitchel dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.” (Politics is collective decision making or the making of public policies for an entire society).
-
Litre: Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur negara.
-
Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”
-
Robert: Definisi politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia.
-
W.A. Robson dalam buku The University Teaching of Social Sciences:
“Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat
hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus
perhatian seorang sarjana ilmu politik tertuju pada perjuangan untuk
mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau
pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.” (Political
science is concerned with the study of power in society its nature,
basis, processes, scope and results. The focus of interest of the
political scientist centres on the struggle to gain or retain power, to
exercise power of influence over other, or to resist that exercise).
-
Karl W. Duetch dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.” (Politics is the making of decision by public means).
-
David Easton dalam buku The Political System:
“Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum.”
Menurutnya “Kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang
memengaruhi kebijakan dari pihak yang berwenang yang diterima oleh suatu
masyarakat dan yang memengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu.
Kita berpartisipasi dalam kehidupan politik jika aktivitas kita ada
hubungannya dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk suatu
masyarakat.” (Political life concerns all those varieties of activity
that influence significantly the kind of authoritative policy adopted
for a society and the way it is put into practice. We are said to be
participating in political life when our activity relates in some way to
the making and execution of policy for a society).
-
Ossip K. Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science:
“Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan
tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta
sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang
dapat memengaruhi negara.” (Political science is that specialized
social science that studies the nature and purpose of the state so far
as it is a power organization and the nature and purpose of other
unofficial power phenomena that are apt to influence the state).
-
Deliar Noer dalam buku Pengantar ke Pemikiran Politik:
“Ilmu Politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam
kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas
pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula pada negara yang tumbuhnya
dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta
sebelum negara ada, masalah kekuasaan itu pun telah pula ada. Hanya
dalam zaman modern ini memanglah kekuasaan itu berhubungan erat dengan
negara.”
-
Kosasih Djahiri dalam buku Ilmu Politik dan Kenegaraan:
“Ilmu politik yang melihat kekuasaan sebagai inti dari politik
melahirkan sejumlah teori mengenai cara memperoleh dan melaksanakan
kekuasaan. Sebenarnya setiap individu tidak dapat lepas dari kekuasaan,
sebab memengaruhi seseorang atau sekelompok orang dapat menampilkan laku
seperti yang diinginkan oleh seorang atau pihak yang memengaruhi.”
-
Wirjono Projodikoro
menyatakan bahwa “Sifat terpenting dari bidang politik adalah
penggunaan kekuasaan oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap
golongan lain. Dalam ilmu politik selalu ada kekuasaan atau kekuatan.”
-
Idrus Affandi mendefinisikan:
“Ilmu politik ialah ilmu yang mempelajari kumpulan manusia yang hidup
teratur dan memiliki tujuan yang sama dalam ikatan negara.”
Dari
berbagai pengertian politik menurut para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa politik secara teoritis meliputi keseluruhan asas dan
ciri khas dari negara tanpa membahas aktivitas dan tujuan yang akan
dicapai negara. Sedangkan secara praktis, politik mempelajari negara
sebagai suatu lembaga yang bergerak dengan fungsi-fungsi dan
tujuan-tujuan tertentu (negara sebagai lembaga yang dinamis).
2. Asal Mula Kata Politik
Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan mπόλις(polis
- negara kota). Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan
dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang
berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang
menekuni hal politik. Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai
orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya
tentang manusia yang ia sebut zoon politikon.
3. Sejarah Politik
Ilmu
politik adalah salah satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang
ada. Sejak orang mulai hidup bersama, masalah tentang pengaturan dan
pengawasan dimulai. Sejak itu para pemikir politik mulai membahas
masalah-masalah yang menyangkut batasan penerapan kekuasaan, hubungan
antara yang memerintah serta yang diperintah, serta sistem apa yang
paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan tentang pengaturan dan
pengawasan.
Ilmu
politik diawali dengan baik pada masa Yunani Kuno, membuat peningkatan
pada masa Romawi, tidak terlalu berkembang di Zaman Pertengahan, sedikit
berkembang pada Zaman Renaissance dan Penerangan, membuat beberapa
perkembangan substansial pada abad 19, dan kemudian berkembang sangat
pesat pada abad 20 karena ilmu politik mendapatkan karakteristik
tersendiri.
Ilmu
politik sebagai pemikiran mengenai Negara sudah dimulai pada tahun 450
S.M. seperti dalam karya Herodotus, Plato, Aristoteles, dan lainnya. Di
beberapa pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul
beberapa karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam
kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun
500 S.M. Di antara filsuf Cina terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan
Shan Yang(±350 S.M.).
Di
Indonesia sendiri ada beberapa karya tulis tentang kenegaraan, misalnya
Negarakertagama sekitar abad 13 dan Babad Tanah Jawi. Kesusasteraan di
Negara-negara Asia mulai mengalami kemunduran karena terdesak oleh
pemikiran Barat yang dibawa oleh Negara-negara penjajah dari Barat.
Di
Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad
ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu
politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu
sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia
II.
Di
Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk
membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada
pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan
perkembangan sosiologi dan psikologi,
sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik.
Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan
didirikannya American Political Science Association pada 1904.
Perkembangan
ilmu politik setelah Perang Dunia II berkembang lebih pesat, misalnya
di Amsterdam, Belanda didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
walaupun penelitian tentang negara di Belanda masih didominasi oleh
Fakultas Hukum. Di Indonesia sendiri didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau. Perkembangan awal ilmu
politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena
pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju pada saat itu.Sekarang,
konsep-konsep ilmu politik yang baru sudah mulai diterima oleh
masyarakat.
Di negara-negara Eropa Timur, pendekatan
tradisional dari segi sejarah, filsafat, dan hukum masih berlaku hingga
saat ini. Sesudah keruntuhan komunisme, ilmu politik berkembang pesat,
bisa dilihat dengan ditambahnya pendekatan-pendekatan yang tengah
berkembang di negara-negara barat pada pendekatan tradisional.
Perkembangan
ilmu politik juga disebabkan oleh dorongan kuat beberapa badan
internasional, seperti UNESCO. Karena adanya perbedaan dalam metodologi
dan terminologi dalam ilmu politik, maka UNESCO pada tahun1948 melakukan
survei mengenai ilmu politik di kira-kira 30 negara. Kemudian, proyek
ini dibahas beberapa ahli di Prancis, dan menghasilkan buku Contemporary
Political Science pada tahun 1948.
Selanjutnya
UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang
mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping
India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini
dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun
oleh W. A. Robson dari London School of Economics and Political Science
dalam buku The University Teaching of Political Science. Buku ini
diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu sosial (termasuk ekonomi,
antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya
ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan
pandangan yang berbeda-beda.
Pada
masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan
penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi,
dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan mutunya dengan
banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini,
wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu
yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik.
4. Ruang Lingkup Politik
Dengan
berkembangnya ilmu politik menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri, beberapa sarjana ilmu politik berusaha mencoba
mengungkapkan bidang garapan atau ruang lingkup ilmu politik. Salah
satu di antaranya: Conley H. Dillon seperti dikutip oleh Teuku May Rudy,
(1993:18) dalam bukunya “Pengatar Ilmu Politik, Wawasan Pemikiran dan
Kegunaan” mengungkapkan sembilan bidang garapan ilmu politik yaitu:
-
Teori Politik
-
Partai-partai politik
-
Administrasi negara
-
Hukum Internasional dan Politik Internasional
-
Organisasi Internasional
-
Pendapat umum dan Propaganda
-
Perbandingan Politik
-
Pemerintah Pusat dan Daerah
-
Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional.
Sedangkan menurut pendapat Carlton Clymer Rodee, dkk. (1988:11-22) mengungkapkan bahwa kajian ilmu politik meliputi:
-
Filsafat Politik
-
Peradilan dan Proses Hukum
-
Proses Eksekutif
-
Organisasi dan Tingkah Laku Administrasi
-
Politik Legislatif
-
Partai Politik dan kelompok kepentingan
-
Pemungutan suara dan pendapat umum
-
Sosialisasi politik dan kebudayaan politik
-
Perbandingan politik
-
Pembangunan politik
-
Politik dan organisasi internasional
-
Teori dan Metodelogi Ilmu politik
Defenisi
ilmu politik berbeda-beda karena kajian ilmu politik sangat luas
sehingga dalam pendefenisiannya pun masing-masing melihat dari sudut
pandang berbeda. Namun,ilmu politik kajiannya begitu luas sehingga
beragam pendapat tentang bidang telaahan ilmu politik. UNESCO merumuskan
ke dalam 4 (empat) bidang utama dengan 15 (limabelas) , yaitu :
-
Teori Politik
-
Teori-teori Politik
-
Sejarah Pemikiran Politik
-
ILembaga-lembaga Politik
-
Undang-undang Dasar
-
Pemerintahan Nasional
-
Pemerintahan Daerah
-
Administrasi Negara
-
Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Ekonomi oleh Pemerintah
-
Perbandingan Pemerintahan dan Lembaga-lembaga Politik
-
Partai Politik dan Pendapat Umum
-
Partai-partai Politik
-
Kelompok Kepentingan dan Kelompok Pendesak
-
Partisipasi Warga Negara dalam Pelaksanaan Pemerintahan
-
Pendapat Umum (Opini Publik)
-
Hubungan Internasional
-
Politik Internasional
-
Administrasi dan Organisasi Internasional
-
Hukum Internasional
Dari
pendapat beberapa sarjana politik di atas terlihat bahwa ruang
lingkup ilmu politik meliputi bidang-bidang yang sangat luas.
Namun demikian, pada intinya ilmu politik dapat meliputi:
4.1. Filsafat dan teori politik
Filsafat
politik mencari penjelasan yang berdasarkan ratio. Ia melihat jelas
adanya hubungan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe)
dengan sifat dan hakekat dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok
pikiran dari filsafat politik ialah bahwa persoalan-persoalan yang
menyangkut alam semesta seperti metafisika dan epistemology harus
dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami
seahri-hari dapat ditanggulangi. Misalnya menurut filsuf Yunani Plato,
keadilan merupakan hakikat dari alam semesta yang sekaligus merupakan
pedoman untuk mencapai “kehidupan yang baik” (good life) yang
dicita-citakan olehnya. Contoh lain adalah beberapa karya John Locke.
Filsafat politik erat hubungannya dengan etika dan filsafat sosial.
Teori-teori
politik ini tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai
metafisika dan epistemology, tetapi berdasarkan diri atas
pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia
tidak menjelaskan asal-usul atau cara lahirnya norma-norma, tetapi hanya
mencoba untuk merealisasikan norma-norma dalam suatu program politik.
Teori-teori semacam ini merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat
politik dalam arti bahwa ia langsung menetrapkan norma-norma dalam
kegiatan politik. Misalnya, dalam abad ke 19 teori-teori politik banyak
membahas mengenai hak-hak individu yang diperjuangkan terhadap kekuasaan
negara dan mengenai sistem hukum dan sistem politik yang sesuai dalam
pandangan itu. Bahasan-bahasan ini didasarkan atas pandangan yang sudah
lazim pada masa itu mengenai adanya hukum alam (natual law), tetapi
tidak lagi mempersoalkan hukum alam itu sendiri.
4.2. Struktur dan lembaga-lembaga politik
Lembaga-lembaga
politik merupakan kajian terhadap lembaga-lembaga politik khususnya
peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan
sistem pemilihan, yang mula-mula mendorong pembentukan formal
jurusan-jurusan ilmu politik di banyak niversitas pada akhir abad ke-19
(Miller, 2003: 790). Sebagian besar mereka tertarik pada penelusuran
asal-usul dan perkembangan lembaga-lembaga politik dan memberikan
deskripsi-deskripsi fenomenologis; memetakan konsekuensi-konsekuensi
formal dan prosedural dari institusi-institusi politik.
Banyak
para ahli politik kontemporer yang menghabiskan waktunya untuk
memonitor, mengevaluasi, dan menghipotesiskan tentang asal-usul,
perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi lembaga-lemabag politik,
seperti aturan-pluralitas sistem pemilihan atau organisasi-organisasi
pemerintahan yang semu. Namun sebagian lagi mereka kurang toleran dan
mengklaim bahwa mereka terlibat dalam deskripsi-deskripsi tebal hanya
karena mereka memang ilmuwan politik yang handal, bukan yang kebanyakan
ada.
4.3. Partai politik dan organisasi masyarakat
Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, banyak memakai konsep-konsep sosiologis dan psikologis dan sering disebut political dymanics
oleh karena sangat menonjolkan aspek-aspek dinamis dari proses-proses
politik. Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat.
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu
diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai
politik telah secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara
rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik pada
umumnya dianggap sebagai manisfetasi dari suatu sistem politik yang
sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka
dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi
lembaga politik yang biasa dijumpai.
Di
negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai
partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut
menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara-negara
totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elite
politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai
stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai itu, partai politik merupakan
alat yang baik.
Secara
umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai
dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik –(biasanya) denagn cara
konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.
4.4. Partisipasi warga negara
Kegiatan
seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi
politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui
mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan tak langsung – dalam
pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan –kegiatan ini mencakup kegiatan
memilih dalam pemilihan umum; menjadi anggota golongan politik seperti
partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan; duduk dalam lembaga
politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan komunikasi
dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan itu; berkampanye dan
menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya. (Kebalikan dari partisipasi
adalah apati. Seseorang dinamakan apatis (secara politik) jika tidak
ikut serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas.
Partai politik berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau istilah yang lebih banyak dipakai dewasa ini, kelompok kepentingan (interest group).
Kelompok ini bertujuan memperjuangkan suatu “kepentingan“ dan
mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan
keputusan-keputusan yang menguntungkan atau menghindari keputusan yang
merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha menempatkan
wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup
mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi
pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok
kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai
politik, yang –karena mewakili pelbagai golongan- lebih banyak
memperjuangkan kepentingan umum. Pun organisasi kelompok kepentingan
lebih kendor dibanding partai politik.
Kelompok
– kelompok kepentingan berbeda-beda antara lain dalam hal struktur,
gaya, sumber pembiayaan, dan basis dukungannya; dan perbedaan-perbedaan
ini sangat mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi dan sosial suatu
bangsa. Walaupun kelompok-kelompok kepentingan juga diorganisir
berdasarkan keanggotaan, kesukuan, ras, etnis, agama atau pun berdasar
isue-isue kebijaksanaan, kelompok-kelompok kepentingan yang paling kuat,
paling besar, dan secara finansial paling mampu adalah kelompok yang
berdasar pada bidang pekerjaan atau profesi, terutama karena kehidupan
sehari-hari dan karier seseoranglah yang paling cepat dan paling
langsung dipengaruhi oleh kebijaksanaan atau tindakan pemerintah. Kerana
itu sebagian besar negara memiliki serikat buruh, himpunan pengusaha,
kelompok petani dan persatuan-persatuan dokter, advokat, insinyur dan
guru.
4.5. Hukum dan lembaga-lembaga internasional
Hubungan
internasional; sebetulnya jika hubungan antar negara merupakan hubungan
internasional, jelas istilah tersebut sangat menyesatkan bagi sebagai
disiplin ilmu politik yang memfokuskan pada hubungan lintas negara dan
inter-negara dalam diplomasi, transaksi ekonomi, serta perang maupun
damai. Asal-usul hubungan internasional terdapat dalam karya para
teolog, yang mengajukan argumen tentang kapan dan bagaimana perang itu
dianggap adil, seperti karya Grotius, Pufendorf, dan Vattel, yang
mencoba menyatakan bahwa ada hukum bangsa-bangsa yang sederajat dengan
hokum domestik negara-negara, dan karya karya para filsuf politik
seperti Rousseau dan Kant, yang membahas kemungkinan perilaku moral
dalam perang dan kebutuhan akan tatanan internasional yang stabil dan
adil.
Sub-bidang
ilmu politik ini memfokuskan pada masalah-masalah yang beragam
menyangkut organisasi-organisasi internasional, ekonomi-politik
internasional, kajian perang, kajian perdamaian, dan analisis kebijakan
luar negeri. Namun secara normatif terbagi dalam dua mazhab pemikiran
yaitu pemikiran idealis dan pemikiran realis. Pemikiran idealis
mempercayai bahwa negara dapat dan harus melaksanakan urusan-urusan
mereka sesuai dengan hukum dan moralitas serta kerjasama fungsional
lintas batas negara membentuk landasan bagi perilaku moral. Sedang dalam
mazhab realis sebaliknya; mereka percaya bahwa negara pada dasarnya
amoral dalam kebijakan luar negerinya; hubungan antar negara diatur
bukannya oleh kebaikan tetapi kepentingan; perdamaian adalah hasil dari
kekuasaan yang seimbang, bukannya tatanan normative dan kooperatif
fungsional.
5. Cabang Ilmu Politik
Ilmu
politik merupakan suatu bidang keilmuwan yang cukup luas. Dengan
demikian, para pakar yang tergabung ke dalam International Political
Science Association merasa perlu untuk membagi disiplin ilmu politik ke
dalam sub-sub disiplin yang lebih rinci. Ada 9 subdisiplin yang berada
dalam naungan ilmu politik, yaitu:
-
Ilmu
Politik (Political Science). Bidang ini membahas bagaimana politik
dapat dianggap sebagai bidang ilmu tersendiri, sejarah ilmu politik, dan
hubungan ilmu politik dengan ilmu-ilmu sosial lain.
-
Lembaga-lembaga
Politik. Bidang ini mempelajari lembaga-lembaga politik formal yang
mencakup: sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, dewan legislatif,
struktur pemerintahan, otoritas sentral, sistem peradilan, pemerintahan
lokal, pelayanan sipil, serta angkatan bersenjata.
-
Tingkah
Laku Politik. Bidang ini mempelajari tingkah laku politik bukan hanya
aktor dan lembaga politik formal, tetapi juga aktor dan lembaga politik
informal. Misalnya mempelajari perilaku pemilih dalam 'mencoblos' suatu
partai dalam Pemilu, bagaimana sosialisasi politik yang dilakukan dalam
suatu sekolah, bagaimana seorang atau sekelompok kuli panggul memandang
presiden di negara mereka.
-
Politik
Perbandingan. Politik perbandingan adalah suatu subdisiplin ilmu
politik yang mempelajari: (a) Perbandingan sistematis antarnegara,
dengan maksud untuk mengidentifikasi serta menjelaskan
perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan yang ada di antara negara
yang diperbandingkan, dan (b) Suatu metode riset soal bagaimana
membangun suatu standar, aturan, dan bagaiana melakukan analisis atas
perbandingan yang dilakukan.
-
Hubungan
Internasional. Bidang ini mempelajari politik internasional, politik
luar negeri, hukum internasional, konflik internasional, serta
organisasi-organisasi internasional. Singkatnya, segala aktivitas
politik yang melampaui batas yuridiksi wilayah satu atau lebih negara.
-
Teori
Politik. Bidang ini secara khusus membahas pembangunan konsep-konsep
baru dalam ilmu politik. Misalnya mengaplikasikan peminjaman
konsep-konsep dari ilmu sosial lain guna diterapkan dalam ilmu politik.
Konsep-konsep yang dibangun oleh subdisiplin Teori Politik nantinya
digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena politik yang ada.
Misalnya, saat ini ilmu politik telah mengaplikasi suatu teori baru
yaitu FEMINISM THEORY. Teori ini digunakan untuk menjelaskan fenomena
maraknya gerakan-gerakan perempuan di hampir seluruh belahan dunia.
Atau, untuk menjelaskan politik "menutup" diri Jepang dan Amerika
Serikat (sebelum Perang Duia I), diterapkan teori ISOLASIONISME
(pinjaman dari bahasa jurnalistik).
-
Administrasi
dan Kebijakan Publik. Subdisiplin ini mempelajari rangkuman aktivitas
pemerintah, baik secara langsung atau tidak langsung (melalui agen), di
mana aktivitas ini mempengaruhi kehidupan warganegara.
-
Ekonomi
Politik. Sub disiplin ini menekankan pada perilaku ekonomi dalam proses
politik serta perilaku politik dalam pasar (marketplace).
-
Metodologi
Politik. Subdisiplin ini khusus mempelajari paradigma (metodologi)
serta metode-metode penelitian yang diterapkan dalam ilmu politik.
Apakah pendekatan kualitatif atau kuantitatif yang akan digunakan dalam
suatu penelitian, masuk ke dalam subdisiplin ini. Demikian pula aneka
ragam uji statistik (dalam tradisi behavioral analysis) yang digunakan
untuk menganalisis data.
6. Pendekatan-Pendekatan Politik
6.1. Pendekatan Institusional
Pendekatan
filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana
kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa
kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada
penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam
kenyataan.
Kekuasaan
(asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam
konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim
pemerintahan. Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi,
membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan
melaksanakan kebijaksanaan umum. Dalam konstitusi dikemukakan apakah
negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem pemerintahannya berjenis
parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana
otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara
bagian. Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan
pemerintah pusat disentralisir.
Badan
pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh
eksekutif. Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih
rakyat lewat pemilihan umum. Badan eksekutif sistem pemerintahan
parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di sistem presidensil
oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana
menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil
dipilih secara prerogatif oleh presiden. Badan Yudikatif melakukan
pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun
eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika
terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.
Lembaga
asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik
menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via
pemilihan umum. Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu
kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil
bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu
suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan
kebijaksanaan umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya,
eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas
birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.
6.2. Pendekatan Behavioral
Jika
pendekatan Institusionalisme meneliti lembaga-lembaga negara (abstrak),
pendekatan behavioralisme khusus membahas tingkah laku politik
individu. Behavioralisme menganggap individu manusia sebagai unit dasar
politik (bukan lembaga, seperti pendekatan Institusionalisme). Mengapa
satu individu berperilaku politik tertentu serta apa yang mendorong
mereka, merupakan pertanyaan dasar dari behavioralisme.
Misalnya,
behavioralisme meneliti motivasi apa yang membuat satu individu ikut
dalam demonstrasi, apakan individu tertentu bertoleransi terhadap
pandangan politik berbeda, atau mengapa si A atau si B ikut dalam partai
X bukan partai Y?
6.3. Pendekatan Plural
Pendekatan
ini memandang bahwa masyarakat terdiri atas beraneka ragam kelompok.
Penekanan pendekatan pluralisme adalah pada interaksi antar kelompok
tersebut. C. Wright Mills pada tahun 1961 menyatakan bahwa interaksi
kekuasaan antar kelompok tersusun secara piramidal. Robert A. Dahl
sebaliknya, pada tahun 1963 menyatakan bahwa kekuasaan antar kelompok
relatif tersebar, bukan piramidal. Peneliti lain, yaitu Floyd Huter
menyatakan bahwa karakteristik hubungan antar kelompok bercorak top-down
(mirip seperti Mills).
6.4. Pendekatan Struktural
Penekanan
utama pendekatan ini adalah pada anggapan bahwa fungsi-fungsi yang ada
di sebuah negara ditentukan oleh struktur-struktur yang ada di tengah
masyarakat, buka oleh mereka yang duduk di posisi lembaga-lembaga
politik. Misalnya, pada zaman kekuasaan Mataram (Islam), memang jabatan
raja dan bawahan dipegang oleh pribumi (Jawa). Namun, struktur
masyarakat saat itu tersusun secara piramidal yaitu Belanda dan Eropa di
posisi tertinggi, kaum asing lain (Cina, Arab, India) di posisi tengah,
sementara bangsa pribumi di posisi bawah. Dengan demikian, meskipun
kerajaan secara formal diduduki pribumi, tetapi kekuasaan dipegang oleh
struktur teratas, yaitu Belanda (Eropa).
Contoh
lain dari strukturalisme adalah kerajaa Inggris. Dalam analisa Marx,
kekuasaan yang sesungguhnya di Inggris ukan dipegang oleh ratu atau kaum
bangsawasan, melainkan kaum kapitalis yang 'mendadak' kaya akibat
revolusi industri. Kelas kapitalis inilah (yang menguasai perekonomian
negara) sebagai struktur masyarakat yang benar-benar menguasai negara.
Negara, bagi Marx, hanya alat dari struktur kelas ini.
6.5. Pendekatan Developmental
Pendekatan
ini mulai populer saat muncul negara-negara baru pasca perang dunia II.
Pendekatan ini menekankan pada aspek pembangunan ekonomi serta politik
yang dilakukan oleh negara-negara baru tersebut. Karya klasik pendekatan
ini diwakili oleh Daniel Lerner melalui kajiannya di sebuah desa di
Turki pada tahun 1958. Menurut Lerner, mobilitas sosial (urbanisasi,
literasi, terpaan media, partisipasi politik) mendorong pada terciptanya
demokrasi.
Karya
klasik lain ditengarai oleh karya Samuel P. Huntington dalam "Political
Order in Changing Society" pada tahun 1968. Karya ini membantah
kesimpulan Daniel Lerner. Bagi Huntington, mobilitas sosial tidak secara
linear menciptakan demokrasi, tetapi dapat mengarah pada instabilitas
politik. Menurut Huntington, jika partisipasi politik tinggi, sementara
kemampuan pelembagaan politik rendah, akan muncul situasi disorder. Bagi
Huntington, hal yang harus segera dilakukan negara baru merdeka adalah
memperkuat otoritas lembaga politik seperti partai politik, parlemen,
dan eksekutif.
Kedua
peneliti terdahulu berbias ideologi Barat. Dampak dari ketidakmajuan
negara-negara baru tidak mereka sentuh. Misalnya, negara dengan
sumberdaya alam makmur megapa tetap saja miskin. Penelitian jenis baru
ini diperkenalkan oleh Andre Gunder Frank melalui penelitiannya dalam
buku "Capitalism and Underdevelopment in Latin America. Bagi Frank,
penyebab terus miskinnya negara-negara 'dunia ketiga' adalah akibat :
modal asing, perilaku pemerintah lokal yang korup, dan kaum borjuis
negara satelit yang 'manja' pada pemerintahnya. Frank menyarankan agar
negara-negara 'dunia ketiga' memutuskan seluruh hubungan dengan negara
maju (Barat).