Tuesday, January 17, 2017

Perjuangan Mahasiswa Indonesia, Apakah Cukup Sampai Disini? ( Identitas Mahasiswa )


Pemuda dan mahasiswa merupakan ujung tombak bagi perubahan bangsa ini. Pergerakan pemuda di Indonesia sangat terlihat saat mengusir para kolonial di masa penjajahan. Peran-peran para pemuda dan mahasiswa ketika beberapa peristiwa penting di Indonesia, terutama saat sang elit sudah bersikap apatis kepada rakyatnya. 
Pada awal sejarah perjuangan pemuda di tahun 1908, kala Boedi Oetomo mendirikan wadah perjuangan yang pertama kali yang memiliki struktur pengorganisasian modern di Jakarta. Wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya. Tujuan didirikannya perkumpulan Budi Utomo ini sejatinya adalah propaganda kemerdekaan Indonesia. Kehadiran perkumpulan Budi Utomo pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya.

Kemudian sejarah Sumpah pemuda dicetuskan pada tahun 1928. Pada tahun 1923 itu mahasiswa-mahasiswa yang study di Belanda kembali ke tanah air. Mereka kecewa dengan kekuatan perjuangan-perjuangan di Indonesia. Melihat situasi politik yang dihadapi, mereka membentuk kelompok-kelompok study yang amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan pada waktu itu. Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah munculnya generasi pemuda Indonesia yang mencetuskan sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Sudah tidak bisa dipungkiri bahwa pergerakan-pergerakan pemuda sangat berpengaruh saat sebelum kemerdekaan dan sesaat sebelum kemerdekaan. Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi dan akibat pengaruh sikap bangsa Belanda yang menjadi liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. 

Kemudian dibentuklah PNI (Partai Nasional Indonesia). Dari PNI inilah kemudian cikal bakal diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Salah satu peran angkatan 1945 yang merupakan generasi kemerdekaan Indonesia. Dalam kasus ini pergerakan pemuda di motori oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Pada tahun 1974 saat rezim orde baru sudah berdiri, gerakan mahasiswa meledak. Sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan orde baru. Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga BBM. Aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah kemudian apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat". Program utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM dan korupsi.

Pada oktober 1977, gerakan bersifat nasional namun tertutup dalam kampus. Gerakan mahasiswa tahun 1977-1978 ini tidak hanya berporos di jakarta dan bandung. Namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor, Palembang, dan Ujung Pandang. 28 Oktober 1977, 8 ribu mahasiswa menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!!!". Besoknya, semua yang berteriak raib ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang. Namun kembali tentram.

Puncaknya terjadi pada tahun 1998. Gerakan mahasiswa pada saat itu menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa presiden Suharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini diantaranya. Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999.

Praktis sejak peristiwa 1998-1999 atau yang biasa dikenal dengan era reformasi, berita atau kabar tentang pergerakan mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagai kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, KKN (kuliah Kerja Nyata), dies natalis, penyambutan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun sering kali ada aksi protes. Tetapi tidak berdampak besar.
Pada era reformasi saat ini justru lebih banyak kebohongan yang terjadi dibanding era-era sebelumnya. Lebih banyak korupsi dari sebelumnya. Dan lebih parah lagi, lebih banyak Omong kosong didalamnya. Pemerintahan era reformasi dengan ideologi demokrasinya.





Identitas Mahasiswa

Apa itu mahasiswa???
Menurut DIRJEN DIKTI mahasiswa itu ada seseorang yang terdaftar pada perguruan tinggi dan mengikuti semester berjalan. TAPI!!
Mahasiswa menurut anda itu apa??? Karena dalam kata “MAHASISWA” terdapat kata “MAHA” didalamnya. Mari kita sama membahasnya menurut sudut pandang dari berbagai sumber.



Sebuah identitas pasti dimiliki oleh setiap orang sebagai ciri khas yang dia miliki baik itu berupa status, jabatan, maupun ciri fisik. Identitas yang dimiliki seseorang dapat membedakan orang tersebut dengan yang lainnya. Komponen dari sebuah identitas minimal mencakup 2 hal, yaitu terdapatnya ciri, serta adanya individu. Mahasiswa merupakan status lanjutan dari siswa. Dengan dilengkapi kata “maha” di depan kata “siswa” ini menandakan bahwa individu yang mempunyai status sebagai mahasiswa tersebut memiliki suatu hal yang melebihi siswa baik itu dalam hal potensi yang dimilikinya, posisi di kehidupan bermasyarakat, maupun peranannya di lapisan masyarakat. Sehingga pengertian identitas mahasiswa adalah ciri khas yang dimiliki seseorang berstatus mahasiswa dengan ciri khasnya yang memiliki kapasitas lebih dari sekedar seorang siswa.
Identitas mahasiswa terdiri dari potensi, posisi, dan peran ( PoPoPe) mahasiswa. Secara garis besar seorang mahasiswa mempunyai 3 potensi, yaitu hard skill, soft skill, dan idealisme. Hard skill merupakan kemampuan yang didapatkan seorang mahasiswa selama di bangku perkuliahan berupa keahlian suatu bidang yang ditekuninya dan didapatkan dengan cara seperti menerima materi dari dosen, melakukan praktikum di laboratorium, dan mengikuti kuliah praktek. Potensi yang kedua yaitu soft skill, seperti kemampuan memimpin, komunikasi, manajerial, dan public speaking. Sebuah kemampuan yang didapatkan secara tidak instan melainkan dengan berbagai proses yang harus dilalui. Soft skill tidak didapatkan di bangku perkuliahan, tetapi didapatkan di organisasi. Softskill ini sangatlah penting karena berkaitan dengan modal mahasiswa saat menghadapi dunia kerja yang tentunya tidak bisa hanya mengandalkan hardskill. Potensi ketiga yaitu idealisme. Mahasiswa sudah selayaknya bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Idealisme adalah suatu paham yang ia pegang sehingga dapat menganalisis suatu permasalahan berdasarkan kebenaran ilmiah. Berdasarkan asal katanya, idealisme juga dapat diartikan sebagai paham yang menuntut suatu hal berlaku sempurna selayaknya yang diinginkan. Suatu idealisme datang dari prinsip hidup yang dipegang oleh mahasiswa tersebut.
Identitas yang kedua yaitu posisi, posisi mahasiswa adalah sebagai masyarakat sipil. Di lapisan masyarakat sipil, mahasiswa termasuk ke dalam akademia, yaitu orang-orang yang terlibat dalam pendidikan tinggi. Identitas yang ketiga yaitu peran mahasiswa. Peran mahasiswa mencakup 2 hal, yaitu penerus bangsa dan pendidik penerus bangsa, dan terjun langsung ke masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat dengan potensi yang dimilikinya. Contoh nyata sebagai penerus bangsa dan pendidik penerus bangsa adalah keikutsertaan mahasiswa dalam proses kaderisasi. Dalam proses kaderisasi, mahasiswa baru dididik, ditempa, dipersiapkan untuk menjadi mahasiswa yang sebenarnya, agar mengetahui peranan mahasiswa yang sangat dibutuhkan di lapisan masyarakat, untuk menghilangkan keegoisan ataupun sikap apatis seorang mahasiswa. Semakin banyak waktu yang dilalui semakin matang seorang mahasiswa, semakin banyak pengetahuan dan pengalamannya. Tetapi, sebagai proses regenerasi, perlu adanya penurunan nilai yang telah didapatkan kepada adik-adik tingkat. Setelah melalui kaderisasi, mengikuti berbagai kegiatan, maka terkumpullah ilmu dan pengalaman itu dan sudah waktunya untuk diturunkan ke generasi selanjutnya dengan cara mendidik mereka melalui kaderisasi. Untuk peran mahasiswa yang kedua, tugas mahasiswa itu bukan hanya belajar di bangku kuliah tapi ada peran serta mahasiswa untuk terjun langsung menyelesaikan masalah di masyarakat dengan potensi yang dimilikinya yaitu hardskill, softskill, dan idealisme. Jika hanya belajar saja, bukankah sama dengan kondisi mereka saat menjadi siswa? Tidak ada perkembangan jika hanya seperti itu. Untuk melaksanakan peran ini dapat dilakukan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kampus yang bergerak melayani masyarakat atau dapat dikatakan bahwa objek dalam kegiatan tersebut adalah masyarakat. Peran ini juga selalu dilakukan dengan kegiatan pengabdian masyarakat (pengmas) sebagai salah satu program kerja wajib setiap himpunan jurusan.
Melihat realita mahasiswa sekarang, hanya sebagian kecil mahasiswa yang paham dimana posisinya dan melaksanakan peranannya berdasarkan potensi yang dimiliki mereka. Masih banyak mahasiswa yang hanya mementingkan akademiknya saja tanpa pernah peduli dengan keadaan masyarakat di sekitarnya. Masih banyak mahasiswa yang menutup mata, menutup telinga dan memalingkan wajah pada permasalahan di masyarakan yang seharusnya mereka selesaikan. Untuk itulah perlu adanya suatu kaderisasi yang dapat membukan mata mereka terhadap realita yang ada dan juga meluluhkan hati mereka yang keras terhadap kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat.
TIPE MAHASISWA :
1.    Akademis
2.    Organisatoris
3.    Apatis
4.    Hedonis
5.    Pragmatis
Karakter mahasiswa itu harus RAKUS
R  = Rasional
A  = Analitis
K  = Kritis
U  = Universal
S  = Sistematis
                Jadi, kawan-kawan seperjuangan yang sekarang mempunyai gelar mahasiswa marillah kita bersama-sama memperbaiki negara kita ini. Apakah kalian cuman akan diam melihat problema-problema yang terjadi di tengah-tengah kita?? Apakah kita tega melihat penerus-penerus kita yang nanti akan tersiksa dengan kebiadaban orang yang salah mempergunakan hak-haknya?? Yang katanya berjuang untuk rakyat.
            Janganlah menjadi seorang yang apatis kawan!! Buatlah hidupmu berarti, janganlah sia-siakan gelar mahasiswa dengan hanya mementingkan IPK saja. IPK bukan segalanya!!!
KARENA KITA ADALAH MAHASISWA!! KARENA KITA ADALAH SOCIAL CONTROL!! KARENA KITA ADALAH AGENT OF CHANGE!
HIDUP MAHASISWA!!

Tokoh dalam pengembangan Identitas Mahasiswa

Lafran Pane Lahir di kampung Pagurabaan, Kecamatan Sipirok, yang terletak di kaki gunung Sibual-Bual, 38 kilometer kearah utara dari Padang Sidempuan, Ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan, dia merupakan tokoh pendiri organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Sebenarnya Lafran Pane lahir di Padangsidempuan 5 Februari 1922. Untuk menghindari berbagai macam tafsiran, karena bertepatan dengan berdirinya HMI Lafran Pane mengubah tanggal lahirnya menjadi 12 April 1923. Sebelum tamat dari STI Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada bulan April 1948. Setelah Universitas Gajah Mada (UGM) dinegerikan tanggal 19 desember 1949, dan AIP dimasukkan dalam fakultas Hukum, ekonomi, sosial politik (HESP).

Dalam sejarah Universitas Gajah Mada (UGM), Lafran termasuk dalam mahasiswa-mahasiswa yang pertama mencapai gelar sarjana, yaitu tanggal 26 januari 1953. Dengan sendirinya Drs. Lafran pane menjadi Sarjana Ilmu Politik yang pertama di Indonesia. Mengenai Lafran Pane Sujoko Prasodjo dalam sebuah artikelnya di majalah Media nomor : 7 Thn. III. Rajab 1376 H/ Februari 1957, menuliskan :” Sesungguhnya, tahun-tahun permulaan riwayat HMI adalah hampir identik dengan sebagian kehidupan Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang punya andil terbanyak pada mula kelahiran HMI, kalau tidak boleh kita katakan sebagai tokoh pendiri utamanya”.

Semasa di STI inilah Lafran Pane mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam (hari rabu pon, 14 Rabiul Awal 1366 H /5 Februari 1947 pukul 16.00). HMI merupakan organisasi mahasiswa yang berlabelkan “islam” pertama di Indonesia dengan dua tujuan dasar. Pertama, Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dua tujuan inilah yang kelak menjadi pondasi dasar gerakan HMI sebagai organisasi maupun individu-individu yang pernah dikader di HMI.
Jika dinilai dari perspektif hari ini, pandangan nasionalistik rumusan tujuan tersebut barangkali tidak tampak luar biasa. Namun jika dinilai dari standar tujuan organisasi-organisasi Islam pada masa itu, tujuan nasionalistik HMI itu memberikan sebuah pengakuan bahwa Islam dan Keindonesiaan tidaklah berlawanan, tetapi berjalin berkelindan. Dengan kata lain Islam harus mampu beradaptasi dengan Indonesia, bukan sebaliknya. Dalam rangka mensosialisasikan gagasan keislaman-keindonesiaanya. Pada Kongres Muslimin Indonesia (KMI) 20-25 Desember 1949 di Jogjakarta yang dihadiri oleh 185 organisasi alim ulama dan Intelegensia seluruh Indonesia, Lafran Pane menulis sebuah artikel dalam pedoman lengkap kongres KMI (Yogyakarta, Panitia Pusat KMI Bagian Penerangan, 1949, hal 56). Artikel tersebut berjudul “Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia”.

Dalam tulisan tersebut Lafran membagi masyarakat islam menjadi 4 kelompok. Pertama, golongan awam , yaitu mereka yang mengamalkan ajaran islam itu sebagai kewajiban yang diadatkan seperti upacara kawin, mati dan selamatan. Kedua, golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang ingin agama islam dipraktekan sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Ketiga, golongan alim ulama dan pengikutnya yang terpengaruh oleh mistik. Pengaruh mistik ini menyebabkan mereka berpandangan bahwa hidup hanyalah untuk akhirat saja. Mereka tidak begitu memikirkan lagi kehidupan dunia (ekonomi, politik, pendidikan). Sedangkan golongan keempat adalah golongan kecil yang mecoba menyesuaikan diri dengan kemauan zaman, selaras dengan wujud dan hakikat agama Islam. Mereka berusaha, supaya agama itu
benar-benar dapat dipraktekan dalam masyarakat Indonesia sekarang ini.

Lafran sendiri meyakini bahwa agama islam dapat memenuhi keperluan-keperluan manusia pada segala waktu dan tempat, artinya dapat menselaraskan diri dengan keadaan dan keperluan masyarakat dimanapun juga. Adanya bermacam-macam bangsa yang berbeda-beda masyarakatnya, yang terganting pada faktor alam, kebiasaan, dan lain-lain. Maka kebudayaan islam dapat diselaraskan dengan masyarakat masing-masing.

Sebagai muslim dan warga Negara Republik Indonesia, Lafran juga menunjukan semangat nasionalismenya. Dalam kesempatan lain, pada pidato pengukuhan Lafran Pane sebagai Guru Besar dalam mata pelajaran Ilmu Tata Negara pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), kamis 16 Juli 1970, Lafran menyebutkan bahwa Pancasila merupakan hal yang tidak bisa berubah. Pancasila harus dipertahankan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun ia juga tidak menolak beragam pandangan tentang pancasila, Lafran mengatakan dalam pidatonya:
” Saya termasuk orang yang tidak setuju kalau Pemerintah atau MPR mengadakan interprestasi yang tegar mengenai pancasila ini, karena dengan demikian terikatlah pancasila dengan waktu. Biarkan saja setiap golongan mempunyai interpretasi sendiri-sendiri mengenai pancasila ini. Dan interpretasi golongan tersebut mungkin akan berbeda-beda sesuai dengan perkembangan zaman. Adanya interpretasi yang berbeda-beda menunjukan kemampuan pancasila ini untuk selam-lamanya sebagai dasar (filsafat) Negara “. (hal.6)
Dari tulisan diatas nampak Lafran sangat terbuka terhadap beragam interpretasi terhadap pancasila, termasuk pada Islam. Islam bertumpu pada ajarannya memiliki semangat dan wawasan modern, baik dalam politik, ekonomi, hukum, demokrasi, moral, etika, sosial maupun egalitarianisme. Egalitarianisme ini adalah faktor yang paling fundamental dalam Islam, semua manusia sama tanpa membedakan warna kulit, ras, status sosial-ekonomi. Wajah islam yang seperti ini selazimnya dapat dibingkai dalam wadah keindonesiaan. Wawasan keislaman dalam wadah keindonesiaan akan sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat. Untuk kepentingan manusia kontemporer diseluruh jagat raya ini sebagai rahmatan lil alamin.
Setiap 25 Januari, sebuah organisasi bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) akan mengenang satu orang: Prof. Drs. H. Lafran Pane. Dia pemrakarsa berdirinya HMI, organisasi yang banyak melahirkan sumber daya manusia (SDM) terbaik di negeri ini, juga punya andil besar terhadap lahirnya proklamasi. Pada 25 Januari 1991, beliau meninggal dunia. Singkat kata, Lafran Pane Layak dijadikan tokoh nasional bahkan pahlawan nasional. Kerana HMI Organisasi yang didieikannya telag lahir tokoh-tokoh bangsa di negeri ini seperti seperti Dahlan Ranuwiharjo, Deliar Noer, Nurcholish Madjid, Ahmad Syafi Maarif, Kuntowijoyo, Endang Syaifuddin Anshori, Chumaidy Syarif Romas, Agussalim Sitompul, Dawam Rahardjo, Immaduddin Abdurrahim, Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Ichlasul Amal, Azyumardi Azra, Fachry Ali, Bahtiar Effendy, dll,

Terdapat juga tokoh-tokoh sosial-ekonomi-politik seperti HMS Mintaredja, M,Sanusi, Bintoro Cokro Aminoto, Ahmad Tirtosudiro, Amir Radjab Batubara, Mar’ie Muhammad, Sulastomo, Ismail Hasan Metareum, Hamzah Haz, Bachtiar Hamzah, Ridwan Saidi, Jusuf Kalla, Amien Rais, Akbar Tanjung, Fahmi Idris, Mahadi Sinambela, Ferry Mursyidan Baldan, Hidayat Nur Wahid, Marwah Daud Ibrahim, Munir SH, Adyaksa Dault, Abdullah Hemahua, Yusril Ihza Mahendra, Syaifullah Yusuf, Bursah Jarnubi, Hamid Awwaluddin, Jimlie Asshiddiqi, Anas Urbaningrum, dan masih banyak lagi

No comments:

Post a Comment

Diunggulkan

OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang direkayasa dan diciptakan sedemikian rupa oleh sistem ketidak...