Tuesday, June 21, 2016

Menanggapi Pembacaan Pantun





  Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama. Pantun
pada mulanya merupakan senandung puisi rakyat Melayu yang
didendangkan. Pantun diciptakan dalam bentuk lisan untuk
menyampaikan pikiran dan perasaan terhadap seseorang ataupun
suatu peristiwa yang bertujuan untuk menyindir, berjenaka, memberi
nasihat, atau bersuka ria. Tidak ada yang mengetahui, siapa yang
mengarang pantun. Pantun sudah menjadi milik bersama, yang
tersebar dari mulut ke mulut sampai sekarang.
Seperti halnya puisi, pantun juga dibaca disertai dengan irama.
Hal ini bertujuan agar isi pantun enak didengar dan memberi kesan
mendalam bagi yang mendengarnya. Anda juga mungkin pernah
membaca pantun, bahkan juga menulis pantun. Di Kelas X, Anda
sudah mempelajari jenis puisi lama berupa pantun. Coba Anda
ingat-ingat kembali.

  Pada saat membacakan pantun, lafal, intonasi, dan ekspresinya
harus tepat. Hal ini dimaksudkan agar pantun yang disampaikan
dapat dinikmati, direnungkan maknanya, dan isinya dapat diterima
atau ditangkap dengan baik oleh pendengar.

1. Pelafalan
Ketika membacakan pantun, pelafalan harus jelas. Fonemfonem
yang dilafalkan harus tepat agar tidak menimbulkan
salah tafsir. Fonem-fonem konsonan dan fonem-fonem vokal
harus diperhatikan. Lafalkan kata-kata berikut.

            bola pola           barang parang    
           beras peras         teras keras

  Kata bola dan pola harus dilafalkan dengan jelas agar tidak menimbulkan
salah tafsir. Fonem /b/ pada kata bola dan fonem
/p/ pada kata pola merupakan fonem yang dihasilkan oleh
artikulator yang sama, yaitu bibir atas dan bibir bawah. Kedua
fonem itu disebut fonem bilabial.

2. Intonasi
Intonasi adalah lagu kalimat atau ucapan yang ditekankan pada
suku kata atau kata sehingga bagian itu lebih keras (tinggi)
ucapannya dari bagian yang lain. Intonasi dapat ditandai oleh
naik-turunnya nada pada kata atau kalimat. Penandaannya dapat
menggunakan garis naik ( ) untuk nada tinggi, garis turun (V)
untuk nada rendah, dan garis horizontal (–) untuk nada datar.
Bacalah patun berikut dengan mengikuti tanda intonasinya.

3. Ekspresi
Ekspresi atau mimik muka pada saat membaca pantun dapat
berbeda-beda. Ketika membaca pantun jenaka, ekspresi wajah
harus menampilkan mimik gembira, ceria, dan suka cita. Begitu
pula ketika membacakan pantun yang berisi kesedihan, ekspresi
wajah harus sesuai. Cobalah Anda berlatih mengekspresikan
mimik sedih, gembira, dan lain-lain di depan cermin.

  Apabila diperhatikan dengan saksama, pantun memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Jumlah larik (baris) setiap bait empat.
2. Jumlah suku kata setiap larik delapan hingga dua belas suku kata.
Di akhir larik, terdapat aturan ritma, yaitu a b a b.

Perhatikan pantun berikut.

Buat apa kain kebaya (a)
Kalau tidak pakai selendang (b)
Buat hidup kaya (a)
Kalau tidak suka sembahyang (b)

Hentakan irama di akhir larik sangat terasa.Kekuatan bunyi irama
menimbulkan kesan indah. Perhatikan pengulangan bunyi ya pada larik
pertama dan larik ketiga. Begitu pula pengulangan bunyi ang pada larik
kedua dan keempat.Bacakan pantun berikut dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang
tepat.

Pantun 1
Sarang garuda di pohon beringin
Buah kemuning di dalam puan
Sepucuk surat dilayangkan angin
Putih kuning sambutlah Tuan.

Pantun 2
Kalau ke bukit sama mendaki
Kalau ke laut sama berenang
Kalau kita bersatu hati
Kerja yang berat menjadi senang

Pantun 3
Kalau tuan menebang jati
Biar serpih tumbangnya jangan
Kalau tuan mencari ganti,
Biar lebih kurang jangan

Pantun 4
Air keruh telaga keruh
Air kunyit pencuci kaki
Adik jauh abang pun jauh
Tidur semenit dimasuk mimpi


No comments:

Post a Comment

Diunggulkan

OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang direkayasa dan diciptakan sedemikian rupa oleh sistem ketidak...