BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Secara umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam
versi World Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya
aktifitas usaha. Hal ini bagi pemerintah maupun swasta di Indonesia ialah
merupakan suatu terobosan mutakhir dalam menciptakan kredibilitas publik
dan untuk melahirkan bentuk manajerial yang handal.
Good Governance diIndonesia
sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era
Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem
pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good
Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam
pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang
sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan Good Governance di
Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita
Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam
pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good
Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak
upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim Good Governance
yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi
terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan
pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi
acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak
lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga –
lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk.
Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde
Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana
sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai
entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat
terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak
positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa
dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good
Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa
bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan amanah.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
mewujudkan konsep good governance di Indonesia?
2. Apa
saja prinsip-prinsip dari good governance?
3. Bagaimana
kaitannya prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan publik?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana cara mewujudkan konsep good governance di indonesia.
2. Untuk
mengetahui apa saja prinsip-prinsip good governance.
3. Untuk
menjelaskan kaitan dari prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Mewujudkan Konsep Good Governance di Indonesia
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik.
Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli
dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi
Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk
miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan
munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan
masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata
pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda
reformasi.
Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua
pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang
rancu memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance
sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam
pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena
pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang
membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private
sektor (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani).
Karenanya memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran
antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam
suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu
menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang
kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian
yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil
society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam
aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol
terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan
yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil
dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat
minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi,
akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan
keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan,
efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai
bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di
setiap jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009).
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan
struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah
faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau
tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup
yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik
kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan
internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu
terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good
governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan
jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata
“sepakat”. Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu
kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh
pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan
dalam suatu negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan
rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat
dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan
berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia.
Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara
negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat
sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan
mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan
harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan
Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi (Efendi, 2005).
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas
keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang
berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku
pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk
melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2.Kondisi
Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan
oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang
demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu
harus segera dilakukan perbaikan.
3.Kondisi
Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak
teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4.Kondisi
Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga
menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan
masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme
kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan.
5.Sistem Hukum
5.Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara.
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan
sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara
keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem
hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum
merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
2.2
Prinsip- Prinsip Good Governance
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan
mendambakan terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini menunjukkan
bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN,
peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas
dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik
masih belum bisa tercapai. Untuk mencapai good governance dalam tata
pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya
ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan. Dengan melaksanakan
prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya yaitu pemerintah,
korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya saling menjaga, saling support dan
berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip
di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur
kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia
telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu
persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1.Partisipasi
Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik
secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili
kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya
Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di
dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau.
4.Peduli
pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani
semua pihak yang berkepentingan.
5.Berorientasi
pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik
bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6.Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.
7.Efektifitas
dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai
kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada
seoptimal mungkin.
8.Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan
organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat
maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban
tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan.
9.Visi
Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke
depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan
akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain
itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya
dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
2.3 Kaitan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam
Pelayanan Publik
Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu
pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui
penyelenggaraan pelayanan publik. Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan
publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance.
Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua
aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam
masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap
perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang
melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik
good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik
dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha.
Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan
interaksi yang sangat
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan
permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian
waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar
oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi
pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif
untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya
tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga
tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya
sebagai warga Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan
bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan
kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang
dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada
budaya kekuasaan.
Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan
publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara
konsep good-governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public
service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan
sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan
publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang
tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara berkembang
kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat masih sangat rendah.
Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi :
1.Reformasi
birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat;
2.Tingginya
kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan;
3.Masih
tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang,banyaknya praktek KKN,dan masih
lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;
4.Makin
meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik;
5.Meningkatnya
tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain
transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum;
6.Meningkatnya
tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan
dalam era desentralisasi;
7. Rendahnya
kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan
(organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan daerah yang belum
memadai;
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang berjudul changing
public services values mengatakan bahwa para birokrat bekerja dalam sebuah
bermuatan nilai dan lingkungan yang yang didorong oleh sejumlah nilai.
nilai-nilai ini yang menjadi pijakan dalam segala aktivitas birokrasi saat
memberi pelayanan publik.
Terkait dengan pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus dipegang
teguh para formulator saat mendesain suatu naklumat pelayanan. beberapa nilai
yang dimaksud yakni
1.Kesetaraan
2.Keadilan
3.Keterbukaan
4.Kontinyuitas
dan regualitas
5.Partisipasi
6.Inovasi
dan perbaikan
7.Efesiensi
Dengan metode tersebut penerapan prinsip good governance dalam
pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance
yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan
seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di
lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah
pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good
governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal
ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang
ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus
masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan publik.
Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang
perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai
kunci masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah
satu pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas
untuk ditangani adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik
sangat buruk dan signifikan dengan buruknya penyelenggaraan good governance.
Dampak pelayanan publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat
luas, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja
pelayanan pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja
manajemen pemerintahan yang kurang baik.
Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama
ini didasarkan pada paradigma rule government (pendekatan legalitas).
Dalam merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan senantiasa didasarkan pada
pendekatan prosedur dan keluaran (out put), serta dalam prosesnya
menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang-undangan atau mendasarkan
pada pendekatan legalitas. Penggunan paradigma rule government atau
pendekatan legalitas, dewasa ini cenderung mengedepankan prosedur, hak dan
kewenangan atas urusan yang dimiliki (kepentingan pemerintah daerah), dan
kurang memperhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam proses merumuskan,
menyusun dan menetapkan kebijakan, kurang optimal melibatkan stakeholder (pemangku
kepentingan di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat).
Pendidikan, Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga komponen dasar
pelayanan publik yang harus diberikan oleh penyelenggaran negara (pemerintah)
kepada rakyat. Hingga saat ini, pelayanan tersebut tampak belum maksimal.
Kondisi iklim investasi, kesehatan, dan pendidikan saat ini sangat tidak
memuaskan, sebagai akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang
ditawarkan oleh institusi-institusi pemerintahan. Bahkan muncul berbagai
permasalahan; masih terjadinya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian
pelayanan, birokrasi yang terkesan berbelit-belit serta rendahnya tingkat
kepuasan masyarakat. Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama
ini antara lain:
- Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali tidak pro rakyat.
- Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
- Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.
- Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.
Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama,
adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur
kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau
organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang
diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan).
1.Unsur
pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator)
dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda bersikap
statis dalam memberikan layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau
diperlukan oleh orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan.
Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab buruknya pelayanan
publik yang dilakukan pemerintah daerah, karena akan sulit untuk memilah antara
kepentingan menjalankan fungsi regulator dan melaksanakan fungsi meningkatkan
pelayanan.
2.Unsur
kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau
memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar
atau tidak dalam posisi yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak
memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang
mendorong terjadinya komunikasi dua arah untuk melakukan KKN dan memperburuk
citra pelayanan dengan mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap saling
menguntungkan.
3.Unsur
ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan
pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk
menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorienntasi untuk memuaskan
pelanggan, dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen
pemerintahan daerah.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan
mendambakan clean and good governance. Untuk mencapai good governance dalam
tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya
ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan, prinsp-prinsip
tersebut meliputi: Partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum,
transparasi, peduli dan stakeholder, berorientas pada consensus, kesetaraan,
efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis. Sehingga apa yang
didambakan Indonesia menjadi negara yang Clean and good governance dapat
terwujud dan hilangnya faktor-faktor Kepentingan politik, KKN,
peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas
dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik
masih belum bisa tercapai. Masyarakat dan pemerintah yang masih bertolak
berlakang untuk mengatasi masalah tersebut seharusnya menjalin harmonisasi dan
kerjasama mengatasi masalah-masalah yang ada.
Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik
tercermin dalam berbagai bidang yang memiliki peran yang peting dalam gerak
roda pemerintahan di Indonesia yang meliputi: bidang politik, ekonomi, sosial,
dan hukum.
3.
No comments:
Post a Comment